2.5.09

Pengantar dan Metodologi Ilmu Ushul Fiqh

A. Muqoddimah
Istilah ushul fiqh bukanlah hal yang baru di dalam khazanah fiqih Islam, jadi jika setiap peradaban memiliki budaya yang dibanggakan dan khazanah unik yang tidak dimiliki oleh peradaban lain, maka sudah sepatutnya jika umat Islam membanggakan keunikan ushul fiqh ini yang dapat dianggap sebagai kekayaan ilmiah yang tidak ada duanya dalam sejarah peradaban manusia.
Ushul fiqh yang sering disebut dengan istilah "Turuqul Istinbath" (disiplin ilmu yang mengkaji cara-cara membuar konklusi hukum) atau “manaahij al-ijtihad” (metodologi ijtihad) merupakan salah satu disiplin ilmu yang diklaim sebagai ilmu yang orisinil, asli produk Islam tanpa adopsi dari peradaban lain, meskipun pada perkembangan selanjutnya ilmu ini mengalami asimilasi yang ditandai dengan merasuknya ilmu mantiq pada kitab Al-Mushtasfa, karangan Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad Al-Ghazali (wafat 505 H)dan itupun pada sebagian pembahasan saja.
14 abad silam Nabi Muhammad saw jauh-jauh sudah memberikan titik barometer umat ini, dalam sabda beliau; "Barang siapa yang Allah kehendaki jadi orang yang baik niscaya Allah “mem-faqih-kannya” (memahamkannya) dalam urusan agama." Dan tentunya untuk menjadi faqih itu harus bias memahami dan menguasai turuq istimbathul ahkam (ushul fiqh).
Maka di prolog ini penulis menyarankan kepada saudara-saudara supaya kita lebih giat lagi dalam mengkaji ilmu ushul fiqh ini. Karena selain ini adalah warisan para leluhur kita, juga merupakan escalator untuk menjadi orang yang faqih. Dan di makalah ini penulis menulis pengantar dalam ilmu ushul fiqh dan metodologinya secara global yang meliputi: pengertian ushul fiqh, tujuan mempelajari ushul fiqh, perkembangan ushul fiqh, metodologi penulisan ushul fiqh, dan metodologi bahasan ushul fiqh.

B. Pengertian Ushul Fiqh
1) Secara etimologi ushul fiqh terdiri dari dua kata, yaitu : "ushul" dan "al-fiqh".
Kata “ushul” bentuk jama’ dari asal kata "ashl" yang artinya sesuatu yang dibangun di atasnya, akan tetapi pemakaiannya di dalam kalimat bisa juga diartikan sebagai: Dalil, Ar-rajih, Qaidah, dan Mustashab.
Sedangkan kata "fiqh" secara etimologi, para ulama berbeda pendapat dalam mengartikannya,
- menurut Al-Ghozali dan Al-Amidi, “fiqh” adalah memahami sesuatu secara mutlak
- menurut Syekh Abu Ishaq As-Syairozi, “fiqh” adalah memahami sesuatu yang mendalam (daqiq)
- menurut Abu Hasan Al-Bashri, “fiqh” adalah memahami maksud dari pembicaraan orang lain
2) Adapun secara Terminologi “fiqh” adalah: Ilmu yang membahas tentang hukum-hukum syara’ yang berbentuk amaliyah yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
Dan “ushul fiqh” secara Terminologi atau Laqabi adalah: Ilmu tentang dalil-dalil fiqh secara global dan cara-cara meng-istinbath-kan hukum serta hal ihwal orang yang meng-istinbath-kan hukum tersebut.
Jadi pada intinya Al-Ushul dan Al-Fiqh adalah dua disiplin ilmu yang sama sama “mustaqil”, akan tetapi tidak bisa dipisahkan dengan perincian sebagai berikut;
- Al-Ushul membahas tentang dalil-dalil yang global dari segi dalalah (petunjuk) hukum-hukum syara’ yang berbentuk juz'iyah.
- Al-Fiqh membahas tentang dalil-dalil juz’iyah serta meng-istinbath-kan hukum dengan perantaraan Qawa'id al-Ushuliyah dan sesuai dengan dalil-dalil ijmal.

C. Tujuan Mempelajari Ilmu Ushul Fiqh
Diantara tujuannya adalah sebagai berikut;
- Pengaplikasian Qawa'id Ushuliyah terhadap dalil-dalil tafshil untuk istinbat ahkam
- Dengan Qawaid Ushuliyah kita bisa memahami nash-nash syara’ dan dalalahnya terhadap hukum
- Dengan Qawaid Ushuliyah kita bisa meng-istinbath-kan hukum dalam permasalahan yang tidak ada nashnya, dan lain-lain.

D. Perkembangan Ushul Fiqh
Para pakar sejarah membagi sejarah ushul fiqh kedalam 4 fase
1. Fase Rasulullah saw
2. Fase zaman sahabat r.a
3. Fase Tabi'in
4. Fase Tabi'i Tabi'in
Keempat fase ini bisa diklasifikasikan ke dalam dua babak
Yang pertama; ushul fiqh pra kodifikasi yang melilputi fase pertama, kedua, dan ketiga.
Yang kedua; ushul fiqh pasca kodifikasi yang meliputi fase keempat, dan dalam perkembangannya pada fase ini mencakup bebarapa periode; periode peletakan, pengembangan, rekonstruksi, dan penyempurnaan.

Pertama; Ushul Fiqh pra kodifikasi
Perlu ditegaskan bahwa substansi ushul fiqh sudah ditemukan sejak masa Nabi Saw, masa Sahabat, dan masa Tabi'in. dan ini bisa dilihat dari beberapa fakta yang terjadi pada zaman ini, yang bisa menjadi bukti Nabi menggunakan ushul fiqh ketika memberi jawaban hukum kepada masyarakat Islam saat itu. Termasuk diantaranya
a) Kasus Amru bin Ash yang mengimami sholat padahal ia dalam keadaan berjunub dan belum mandi kamudian para sahabat mengadukan hal ini pada Rasulullah saw, dan akhirnya Rasulullah Saw. meminta penjelasan kepada Amru bin Ash dan beliau memberi jawaban dengan firman Allah :
ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
Artinya :
“dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah maha penyayang kepadamu.”
Dengan jawaban tersebut Rasulullah saw tersenyum dan menyetujuinya karena pada waktu itu terjadi musim yang sangat dingin sekali.
b) Yang kedua; kasus Umar bin Khattab
Yang mencium istrinya pada saat ia puasa. Lalu ia mendatangi nabi untuk meminta jawaban hukum apakah puasanya batal atau tidak. Nabi bertanya kepada Umar; apakah puasamu batal kalau kamu berkumur-kumur? Umar menjawab tidak. Nabi menjawab berarti puasamu tidak batal karena mencium istrimu. Kasus ini memberi isyarat syahnya metode qiyas.
Setelah Rasulullah saw wafat tentu problematika umat semakin banyak karena proses dinamika kehidupan. Dan bebarapa riwayat menggunakan metodologi “istinbat” hukum. Ini bisa dibuktikan pada kasus pemberhentian potong tangan kepada pencuri masa Umar bin Khattab dikarenakan pada saat itu terjadi musim paceklik yang cukup lama sehingga banyak di antara penduduk madinah yang mencuri. Dalam menangani kasus ini khalifah Umar bin Khattab mengambil inisiatif bahwa hukum potong tangan bukanlah keputusan yang bijaksana, karena pada saat itu keadaan umat Islam membutuhkan personil ke medan tempur. Padahal hukum potong tangan itu bagi orang yang mencuri sudah ditetapkan sejak zaman rasul begitu juga pada masa khalifah Abu Bakar As-Sidiq. Kasus ini memberi isyarat kuat bagi adanya penggunaan rasionalisasi hukum Islam (Ta'lilul Ahkam) yang kemudian menjadi tema dalam kajian ushul fiqh.

Metodologi ijtihad pada masa tabi'in tidak memiliki banyak perbedaan dengan sebelumnya, hanya saja ada beberapa penambahan, itu terjadi karena meluasnya permasalahan umat Islam. Metodoloti ijtihad ini bisa kita buktikan dengan penggunaan “saddu dzara'i” oleh Imam Malik dalam memberi fatwa makruhnya puasa 6 sawal dan penggunaan “mashalih almursalah” oleh Imam Syuraih Al-Qadi dalam memberikan fatwa bahwa seorang penjahat harus menjamin barang-barang pelanggan bila mana rumahnya terbakar.
Dari contoh beberapa kasus di atas dapat kita mengambil kesimpulan bahwa ushul fiqh itu sudah ada dan tumbuh subur sejak masa Rasulullah.

Faktor-faktor tidak terkodifikasikannya Ushul Fiqh pada ketiga fase ini sebagai berikut:
a. Pada zaman Nabi Saw segala permasalahan langsung diputuskan oleh beliau sendiri
b. Juga pada zaman ini wahyu masih turun
c. Para Sahabat pada zamannya belum membutuhkannya dikarenakan pemahaman mereka terhadap hukum-hukum masih orisinil dan kuat seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw
d. Para Tabi'in pada zamannya juga belum membutuhkan pengkodifikasianya dikarenakan mereka masih bisa mengistimbatkan hukum-hukum sebagai mana para sahabat, dan pada masa ini proses asimilasi belum kelihatan.

Kedua; Ushul fiqh pasca kodifikasi
1. Peletakan
Para sejarawan mencatat bahwa orang yang pertama kali menulis dan mentadwin ushul fiqh sehingga menjadi satu disiplin ilmu adalah Imam Muhammad bin Idris As-Syafi'i (150-204H) dalam kitabnya Ar-Risalah yang kemudian diikuti oleh para ulama yang lain seperti imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya Tha'aturrasul, "Annasikh wal mansukh"

2. Faktor-faktor pengkodifikasian ushul fiqh
a. Pada masa ini wilayah islam semakin meluas yang akibatnya adanya percampuran antara orang arab dan ajam sehingga banyak istilah-istilah ajam yang mesuk kedalam bahasa arab
b. Menjamurnya mujtahid-mujtahid yang tentunya mengakibatkan perbedaan cara mengistimbatkan ahkam
c. Timbulnya perselisihan diantara para mujtahid
d. Timbulnya syubhat-syubhat dalam memutuskan hukum

E. Metodologi Penulisan Ushul Fiqh
Penulisan ushul fiqh bisa diklasifikasikan kedalam 3 bentuk :
1. Metodologi Mutakalimun (thariqah Syafi'iyah) didalam metode ini mereka memasukkan ilmu mantiq dalam pembahasan ushul fiqh dan di antara keistimewaan metodologi ini adalah:
- lebih condong menggunakan dalil aqli dan menyederhanakan perselisihan dan perdebatan
- menundukkan furu’ terhadap qaidah bukan sebaliknya

Yang menjadi rujukan dalam metodologi ini ada tiga kitab besar
- Al-Mu'tamad, karangan Abu Husain Al-Bashri, wafat 413 H
- Al-Burhan, karangan Al-Haramain Al-Juwaini wafat 413 H
- Al-Mustasfa, karangan Al-Ghazali, wafat 505 H

2. Metodologi Al-Hanafiah (thariqah Al-Fuqoha) metode ini penekanannya adalah merumuskan kaedah-kaedah ushuliyah dengan prosedur yang berbeda dari kalangan pertama, karena perumusan kaedah pada metode ini sangat dipengaruhi oleh masalah-masalah hukum yang sudah terkodifikasi di berbagai buku-buku yang sudah ada.

Kitab-kitab yang menjadi rujukan dalam metode ini antara lain;
- Kitab al-ushul, karangan Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Jashas, wafat 370 H
- Kitab al-Ushul, karangan Abu Zaid Abdullah bin Umar Ad-Dubusi, wafat 430 H
- Kitab Al-Ushul, karangan Fakhrul Islam Ali bin Muhammad Al-Bazdawi, wafat 482 H dan lain-lain.

3. Metodologi Mutaakhirin
Dalam penulisan metode ini adalah proses penggabungan dua metode di atas sehingga metode ini kelihatan lebih mudah untuk dipahami.

Kitab-kitab yang menjadi rujukan dalam metode ini antara lain;
- Kitab badiun Nidzam, penggabungan kitab Al-Jami dan Al-Ihkam, karangan Imam Mudofaruddin Al-Hanafi, wafat 649 H
- Kitab At-Tankih dan syarahnya At-Taudih, karangan Sodarus Syariah Abdullah bin Masud Al-Hanafi wafat 747 H dan At-Taudih karangan Syekh Sa’aduddin As-Syafi'i, wafat 792 H.
- Kitab Jam'ul Jawami, karangan Tajuddin As-Subki As-Syafi'i, wafat 771 H, dan lain-lain.

F. Metodelogi pembahasan Ushul Fiqh
Dalam pembahasan Ushul Fiqh ada 4 judul besar yang mesti dikaji dalam Ushul Fiqh
1. Pembahasan Hukum
2. Pembahasan Dalil-dalil Hukum
3. Pembahasan Turuq istimbat Ahkam serta qowaid-qowaid yang berhubungan dengannya
4. Pembahasan Ijtihad dan syarat-syaratnya serta mujtahid dan taqlid

G. Penutup
Semoga makalah pengantar ini mampu memberikan inspirasi mendalam bagi para pembaca sekalian untuk menguak berbagai keistimewaan dan problematika ushul fiqh sebagai metodelogi memahami dan mengaktualisasikan agama dalam bingkai kekinian. Allah Swt lebih mengerti yang benar, dan semoga makalah ini ada manfaatnya. Amin
Wallahu a’lam…

- Makalah ini disusun oleh Raja Ritonga, dan telah disampaikan pada sebuah acara diskusi Ushul Fiqh "Membership Senat FSI" di Kairo.
- Referensi
a. Dr Abdul Karim zaidan, Alwajiz fi Ushulil Fighi, Muassasatu Ar-Risalah, Beirut, thn 1996M/1417H, cet.V
b. Abdul Wahab Kholaf, Ilmu Ushul Fiqh, Daar El-Hadits, kairo, thn.2003M/1423H, cet.I
c. Seikh Muhammad Al-Khudri, Ushul Fiqh, Daar El-Hadits, kairo, thn. 2003M/1424H, cet.I
d. Dr Abdul Hay Asbu Abdul Al, Ushul Fiqh Al-Muyassar Muqorror th I Syariah, kairo, thn. 2006/2007M,
e. Muhammad bin Idris As-Syafi'I, Ar-Risalah, Tahkik, Ahmad Muhammad Sakir, Daaru At-Turats, kairo, thn. 2005M/1426H, cet. III
f. Mudir Baitu Al-Lahm, Fathu Ar-Rahman Li Tholibi Ayatil Qur'an, Maktabah Dahlan, Indonesia

3 komentar:

  1. Amin (penutup) moga kita bs menjadi mufaqqih yg bs menjadikan ilmu usul fiqh ini sebagai sarana untuk istimbad ahkam.......

    BalasHapus
  2. ini materi kuliah ya???
    ehmm,,ikutan ahhh..hehehe
    mumpung ada kesempatan dapat ilmu yg spt ini..

    BalasHapus
  3. Assalamu'alaikum wr.wb.
    Syukron atas uraiannya,Alhamdulillah menceahkan.
    Mo nanya dulu ya Ustadz;

    *)Klo 20 Prinsif dalam memahami Islam,
    yg sering kita kenal dgn "Ushul 'Isriin",
    yg disusun oleh : Syeikh Hasan Al-Bannaa tu,
    Beliau merangkainya dgn metode yg mana ya Ustadz?

    Syukron Katsiir!

    BalasHapus

Oase Risalah


Dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah Yang Esa, tidak ada sekutu baginya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan (bersaksi bahwa) Isa (Yesus) adalah hamba Allah dan rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang Dia tiupkan kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan (bersaksi bahwa) surga dan neraka itu benar, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga sesuai kadar amalnya" (HR. Muslim)

Dari Anas ra, Nabi Muhmmad Saw bersabda: "Tidak seorang pun yang bersaksi dengan ketulusan hati bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melainkan Allah akan mengharamkannya dari api neraka" (HR. Bukhari Muslim).