Allah Swt berfirman: "Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri." (QS. An Nisaa : 79)
Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna "Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah" adalah dari karunia dan kasih sayang Allah swt. Sedangkan makna "dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri." Berarti dari dirimu sendiri dan dari perbuatanmu sendiri, sebagaimana firman-Nya :
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan mu)." (QS. Asy Syura : 30)
As Suddiy, Hasan al Bashri, Ibnu Juraih dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna "maka dari dirimu sendiri" adalah karena dosamu. Qatadah mengatakan bahwa makna "Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri" adalah akibat dosamu wahai anak Adam.
Di dalam sebuah hadits disebutkan,"Demi Yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah seorang mukmin ditimpa kegalauan, kesedihan, kepayahan bahkan duri yang menancap padanya kecuali dengannya Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya." (Tafsir al Qur'an al Azhim juz II hal 363)
Sedangkan bala' atau cobaan maupun ujian juga telah disebutkan di dalam Al Qur'an di antaranya firman Allah swt:
"Dan kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk. " (QS. Al A'raf : 168)
"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. " (QS. Al Anbiya : 35).
Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) " adalah terkadang Kami menguji dengan berbagai musibah dan terkadang dengan berbagai kenikmatan agar jelas bagi Kami siapa orang yang bersyukur dan saiapa yang ingkar, siapa yang bersabar dan siapa pula orang-orang yang berputus asa.
Ali bin Thalhah berkata: dari Ibnu Abbas bahwa makna dari "Dan Kami menguji kalian" adalah: Kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah (cobaan), dengan kesulitan dan kelapangan, kesehatan dan rasa sakit, kekayaan dan kemiskinan, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan… sedangkan firman-Nya yang berarti: "dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan" adalah Kami akan memberikan ganjaran (balasan) atas amal kamu. (Tafsir al Qur'an al Azhim juz V hal 342)
Cobaan atau ujian ini juga disesuaikan dengan kadar dan kualitas keimanan seseorang. Sebab dan tujuannya adalah sebagai sarana untuk menambahkan pahala dan meninggikan drajatnya di sisi Allah Swt. Para nabi mempunyai kadar keimanan yang lebih tinggi dari manusia yang lainnya. Karenanya ujian yang mereka hadapi juga sangat berat. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan bahwa orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi. Syeikh Al Mubarokfuriy mengatakan hal itu karena mereka adalah orang-orang yang bisa merasakan kelezatan semua cobaan itu sebagaimana kebanyakan orang bisa merasakan lezat semua kenikmatan. Apabila para nabi tidak diuji maka keimanan kepada Allah yang ada di dalam diri mereka hanya akan menjadi khayalan dan melemahkan kesabaran umat dalam menghadapi suatu cobaan. Selain itu juga disebabkan karena merekalah yang paling kuat di dalam ketaatan dan dalam mengembalikan segala urusannya kepada Allah Swt. (Tuhfatul Ahwadzi juz VI hal 185).
Di sisi lain, cobaan atau ujian ini bisa juga disebabkan karena kesalahan atau dosa yang dilakukan seseorang, misalnya karena meninggalkan jihad sebagaimana yang terjadi pada sahabat Ka'ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi' yang mendapat ujian berupa pengucilan dari pergaulan masyarakat. Namun karena kesabaran dan ketabahan yang mereka miliki, akhirnya Allah memberikan pengampunan bagi mereka dan mengabadikan kisah mereka di dalam QS. At Taubah: 118.
"Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka – padahal bumi itu luas – dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja, kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
Suatu musibah atau ujian, tidaklah ditimpakan kepada seorang mukmin kecuali itu menjadi pembersih dosa yang diperbuatnya di dunia sehingga di akhrat nanti tidak ada lagi baginya siksa atas dosa tersebut. Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah seorang mukmin atau mukminah yang ditimpa suatu bala' (cobaan) sehingga ia berjalan di bumi tanpa membawa kesalahan."
Berbeda halnya dengan orang-orang kafir; musibah yang menimpa mereka adalah bagian dari adzab Allah yang mereka terima di dunia, sementara adzab yang lebih besar telah menantinya di akherat, sebagaimana firman-Nya:
"Dan Sesungguhnya kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. As Sajdah : 21).
"Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Huud : 16)
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah tidaklah menzhalimi seorang mukmin, diberikan kepadanya kebaikan di dunia dan disediakan baginya pahala di akherat. Ada pun orang yang kafir maka ia memakan dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukannya di dunia sehingga ketika dia kembali ke akherat maka tidak ada lagi satu kebaikan pun sebagai ganjaran baginya. " (HR. Muslim)
Ujian berupa nikmat belum tentu lebih baik daripada musibah. Sebab, terkadang efek dari ujian berupa nikmat ini lebih berat daripada musibah. Orang terkadang sanggup bertahan di dalam keimanan saat dilanda kesulitan akan tetapi tatkala mendapatkan kesenangan ia kehilangan iman.
"'Ala kulli hal" ujian dalam bentuk apa pun yang diterima oleh seorang muslim maka semuanya adalah baik baginya. Kalau diuji dengan nikmat kesenangan dia bersyukur, dan kalau diuji dengan kesengsaraan di bersabar. Syukur dan sabar adalah dua sifat terpuji di sisi Allah Swt.
Wallahu a'lam…
By : Alim Hasibuan.
Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna "Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah" adalah dari karunia dan kasih sayang Allah swt. Sedangkan makna "dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri." Berarti dari dirimu sendiri dan dari perbuatanmu sendiri, sebagaimana firman-Nya :
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan mu)." (QS. Asy Syura : 30)
As Suddiy, Hasan al Bashri, Ibnu Juraih dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna "maka dari dirimu sendiri" adalah karena dosamu. Qatadah mengatakan bahwa makna "Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri" adalah akibat dosamu wahai anak Adam.
Di dalam sebuah hadits disebutkan,"Demi Yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah seorang mukmin ditimpa kegalauan, kesedihan, kepayahan bahkan duri yang menancap padanya kecuali dengannya Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya." (Tafsir al Qur'an al Azhim juz II hal 363)
Sedangkan bala' atau cobaan maupun ujian juga telah disebutkan di dalam Al Qur'an di antaranya firman Allah swt:
"Dan kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk. " (QS. Al A'raf : 168)
"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. " (QS. Al Anbiya : 35).
Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) " adalah terkadang Kami menguji dengan berbagai musibah dan terkadang dengan berbagai kenikmatan agar jelas bagi Kami siapa orang yang bersyukur dan saiapa yang ingkar, siapa yang bersabar dan siapa pula orang-orang yang berputus asa.
Ali bin Thalhah berkata: dari Ibnu Abbas bahwa makna dari "Dan Kami menguji kalian" adalah: Kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah (cobaan), dengan kesulitan dan kelapangan, kesehatan dan rasa sakit, kekayaan dan kemiskinan, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan… sedangkan firman-Nya yang berarti: "dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan" adalah Kami akan memberikan ganjaran (balasan) atas amal kamu. (Tafsir al Qur'an al Azhim juz V hal 342)
Cobaan atau ujian ini juga disesuaikan dengan kadar dan kualitas keimanan seseorang. Sebab dan tujuannya adalah sebagai sarana untuk menambahkan pahala dan meninggikan drajatnya di sisi Allah Swt. Para nabi mempunyai kadar keimanan yang lebih tinggi dari manusia yang lainnya. Karenanya ujian yang mereka hadapi juga sangat berat. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan bahwa orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi. Syeikh Al Mubarokfuriy mengatakan hal itu karena mereka adalah orang-orang yang bisa merasakan kelezatan semua cobaan itu sebagaimana kebanyakan orang bisa merasakan lezat semua kenikmatan. Apabila para nabi tidak diuji maka keimanan kepada Allah yang ada di dalam diri mereka hanya akan menjadi khayalan dan melemahkan kesabaran umat dalam menghadapi suatu cobaan. Selain itu juga disebabkan karena merekalah yang paling kuat di dalam ketaatan dan dalam mengembalikan segala urusannya kepada Allah Swt. (Tuhfatul Ahwadzi juz VI hal 185).
Di sisi lain, cobaan atau ujian ini bisa juga disebabkan karena kesalahan atau dosa yang dilakukan seseorang, misalnya karena meninggalkan jihad sebagaimana yang terjadi pada sahabat Ka'ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi' yang mendapat ujian berupa pengucilan dari pergaulan masyarakat. Namun karena kesabaran dan ketabahan yang mereka miliki, akhirnya Allah memberikan pengampunan bagi mereka dan mengabadikan kisah mereka di dalam QS. At Taubah: 118.
"Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka – padahal bumi itu luas – dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja, kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
Suatu musibah atau ujian, tidaklah ditimpakan kepada seorang mukmin kecuali itu menjadi pembersih dosa yang diperbuatnya di dunia sehingga di akhrat nanti tidak ada lagi baginya siksa atas dosa tersebut. Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah seorang mukmin atau mukminah yang ditimpa suatu bala' (cobaan) sehingga ia berjalan di bumi tanpa membawa kesalahan."
Berbeda halnya dengan orang-orang kafir; musibah yang menimpa mereka adalah bagian dari adzab Allah yang mereka terima di dunia, sementara adzab yang lebih besar telah menantinya di akherat, sebagaimana firman-Nya:
"Dan Sesungguhnya kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. As Sajdah : 21).
"Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Huud : 16)
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah tidaklah menzhalimi seorang mukmin, diberikan kepadanya kebaikan di dunia dan disediakan baginya pahala di akherat. Ada pun orang yang kafir maka ia memakan dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukannya di dunia sehingga ketika dia kembali ke akherat maka tidak ada lagi satu kebaikan pun sebagai ganjaran baginya. " (HR. Muslim)
Ujian berupa nikmat belum tentu lebih baik daripada musibah. Sebab, terkadang efek dari ujian berupa nikmat ini lebih berat daripada musibah. Orang terkadang sanggup bertahan di dalam keimanan saat dilanda kesulitan akan tetapi tatkala mendapatkan kesenangan ia kehilangan iman.
"'Ala kulli hal" ujian dalam bentuk apa pun yang diterima oleh seorang muslim maka semuanya adalah baik baginya. Kalau diuji dengan nikmat kesenangan dia bersyukur, dan kalau diuji dengan kesengsaraan di bersabar. Syukur dan sabar adalah dua sifat terpuji di sisi Allah Swt.
Wallahu a'lam…
By : Alim Hasibuan.
Assalamu'alaikum wr.wb.
BalasHapusAlhamdulillah mencerahkan.
Makasih Tulang!
Menggarisbawahi Kalam Ilahi yg ni :
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan mu)
QS. Asy Syura : 30"
Berarti TIMING yg pas bgt nih,
di Syahrulloh (bln rajab ni),
tuk memeprbanyakk Iftighfar n Taubat,
salah satu bln yg penuh dikabulkanya doa'.
Trs kita 'amalkan lg dech Pesan yg ni :
*)Jika engkau menginginkan suatu kenikmatan tu
terus ada padamu, perbanyaklah mensyukurinya.
Jika engkau merasa Rizqi tu datangnya lambat,
maka perbanyaklah istighfar.
*)Jika engkau ditimpa kesedihan,perbanyaklah
ucapan "Laa haula walaa quwwata illa billah,
jika engkau takut pada suatu kaum, maka
ucapkanlah "Hasbunalloh qa ni'mal wakil"
NB : Dua poin pesan ni adalah diatara pesan
seoarang Ayah buat anaknya, dialah generasi
ke-5 dari keturunan Nabi Muhammad saw,
"Imam Muhammad Al-Bagir bin Ali Zainal
'Abidin bin Husein".
Julukan Al-Bagir (Pemecah Ilmu) ia dapatkan
karena telah berhasil memecahkan/menyelesaikan
berbagai permasalahan yg rumit dlm berbagai
bidang ilmu sejak usia mudanya.
Beliau lahir di bulan Rajab ni jg,
tepatnya tgl 1 rajab 57H/637M di Madinah.
Dan beliau wafat pada thn 117H/735M
di pekuburan Baqi'(di Qubah Al-Abbas disamping ayahnya).
Qishah Beliau lebih detailnya antara lain
qta temuin di :
Al-Kisah No. 13/29 Juni-12 Juli 2009
Baca Yah! Msh banyak loh pesan2nya.