14.3.09

Saudaraku, Maaf Aku Gagal!

Jasa, salah satu mahasiswa al-Azhar Kairo dari Indonesia, pagi ini dia merasa orang yang paling merugi di antara teman-teman seangkatannya. Banyak waktu dan kesempatan yang sudah ia lalui, tapi ternyata evaluasi demi evaluasi yang ia lakukan tidak memberikan hasil yang positif.
Ia dikagetkan suara jam weker yang begitu nyaring memenuhi kamar. " Masya Allah…!" keluhnya. Ternyata sudah pukul 06.30, dia belum sholat Shubuh. Buru-buru Jasa ke tempat wudhu’ yang kebetulan di samping kamarnya. Imaroh Jasa mempunyai kelebihan yang tidak didapatkan di imaroh-imaroh lain. Tempat yang begitu strategis untuk beribadah, bagian belakang gedung berpapasan dengan masjid, kapan saja air hangat selalu tersedia. Bikin semua orang yang tinggal di imaroh ini jadi nggak perlu pikir panjang mau ke kamar mandi karena dinginnya air.
Setelah melaksanakan shalat Shubuh, Dia duduk di ujung kasurnya, Menyandarkan tubuhnya ke dinding sambil menerawang masa-masanya di Kairo yang sudah masuk tahun ketiga. Di sudut sebelah kanan kamar, Roni temannya dari Sulawesi masih tidur lelap, dan Roni tidak segan-segan meninggalkan sholat. Dia mau sholat kalau lagi mood. Benar-benar aneh bagi orang normal, seorang mahasiswa al-Azhar meninggalkan shalat, tapi itulah kenyataannya. Nama al-Azhar tidak lebih hanya sebagai simbol yang selalu tampil menipu wujud aslinya. Al-Azhar pasti menangis ketika orang-orang seperti ini menjadi tanggungannya.
Kesedihan telah merasuki wajah Jasa. Tapi dia juga heran, kok dengan spontan rasa sedih merasuki hatinya, dan kaku melihat sudut-sudut kamarnya yang sangat berantakan karena ulah sinting mereka, sampai dinding kamar pun masih merasa bising dengan tawa lepas mereka semalam.
Dia merasa tidak nyaman, pikirannya kacau balau dan matanya masih liar seperti mencari sesuatu. Jasa melihat alangkah tidak pantasnya mereka disebut sebagai duta bangsa, tapi walau bagaimana pun mereka adalah orang-orang terbaik bangsa Indonesia, lulus seleksi Depag dan seleksi Kedubes Mesir. "Tapi, kami di sini santai, dan hura-hura adalah bunga hari-hari kami. Jauh dari keseriusan, masa depan seakan suram. Ya, Allah, berilah kesadaran kepada kami." desisnya dalam hati.
"Kenapa, Sa," tanya Saiful, teman satu kamar yang dari tadi mengamati tingkah lakunya. Jasa hanya menggelengkan kepala sembari memamerkan senyum kamuflase.
"Dingin, ya..?" Jasa balik nanya tanpa gairah sembari melihat kesibukan Saiful memakai Jaket tebalnya lagi.
"Iya neeh, Sa.., karna pagi ini suhu dingin Sampai 12 Derajat Celcius."
Jasa mengenakan kaus kakinya yang tadi dibuka karena berwudhu’. Dia masih cuek mendengarkan keluhan Saiful.
Mata Jasa masih sibuk, melihat sudut-sudut kamarnya. Pikirannya semakin tidak terarah. Tiba-tiba matanya berhenti ketika melihat kopernya yang masih baru, karena memang jarang dipakai. Koper yang terletak di atas lemari itu pun diambil kemudian membukanya. Tangannya membolak balik lipatan baju yang masih tersisa di dalam koper, lalu tanganya terhenti melihat sepucuk surat yang masih terlipat utuh. Jasa memutar-mutar ingatannya.
"Ini surat siapa…?" tanyanya dalam hati. Jasa langsung membuka surat tersebut. Dan sejurus kemudian aura muka Jasa memerah karena menahan rasa perih di hatinya dan malu atas tingkah lakunya selama ini. Sepucuk surat ini adalah kenang-kenangan yang tersisah dari temanya Fadhilah. Di samping, ada juga jaket LDK STMI (Sekolah Tinggi Menajemen Industri) yang sampai sekarang masih sering dipakainya. Dengan perlahan dibacanya surat itu dalam hati.

بسم الله الرحمن الرحيم
Jakarta, 26 Desember 2006
Syukur kepada Allah SWT, dengan kekuasa-Nya kita bertemu dalam ikatan ukhuwah yang mengikat hati-hati kita dengan da’wah. Shalawat dan Salam kepada Rasulullah SAW, kepada keluarga dan shahabatnya.
Akhi… ana bingung harus berkata apa kepada antum, ana mau nulis juga bingung mau nulis apa…
Seperti antum bilang, tidak ada perpisahan tapi yang ada hanyalah sebuah pertemuan terbaik dari Allah. Kalau pun tidak di Dunia, insya Allah pertemuan terbaik di Syurga.
Akh… kurang lebih 3 bulan (belum lama) kita berinteraksi, banyak hal luar biasa yang ana dapat dari antum. Semuanya sarat dengan makna ukhuwah.
Akhi… jujur, ana merasa akan kehilangan antum, seperti ana bilang antum itu "unik". Itu yang membuat ana kagum dengan antum. Antum adalah orang yang pertama ana temukan, unik dan sangat unik.
Di satu sisi, ana iri melihat antum, sungguh iri akhi…, tapi, bukan iri dengki dan benci.
Antum hafizh Qur’an……
Ana kagum dengan tahajjud antum yang rutin…
Bacaan antum ketika kita qiyamullail di Romadhan kemaren ala Musyari Rasyid, yang mencucurkan air mata…
Jamaah shalat menyanjungmu…
Dan yang paling ana herankan dan membuat semakin unik, antum pecinta sinetron. Apalagi kalau Sinetron Melati dan Yasmin yang lagi digemari anak-anak remaja.
Akhi, ana bingung harus nulis apa lagi, baru kali ini ana merasa akan kehilangan ketika harus berpisah dengan ikhwah. Ada perasaan takut dan kekosongan pada diri ana, ana yakin itu pula perasaan yang ada di hati semua jamaah NURIS (Nurul Islam- salah satu mensjid yang terletak di Perumnas Klender Jaktim).
Akhi…, jangan lupakan kami dalam setiap doa qiyamullail antum. Rindukan kami dalam setiap perasaan rindu antum. Ingat kami sebagai salah satu kenangan terindah bagi antum.
Selamat berjuang akhi, Insya Allah kita akan bertemu di tempat sebaik-baiknya kita bertemu. Mohon maaf atas segala khilaf.

Akhukum fillah, Fadhillah


Air matanya meleleh ketika membaca bait-bait surat temannya yang jauh di seberang sana, bagai halilintar yang sekonyong-konyong menerpa pohon kelapa di siang bolong, tanpa rasa iba dengan buah kelapa yang berguguran di sana-sini. Jasa pun menagis sekerasnya, dan mengeluarkan segala kegundahannya. Roni bangun dan terkaget-kaget atas sikap Jasa yang sudah membangunkannya dari tidur.
***
Bukan rahasia umum bagi Masisir khususnya; di tahun pertama luapan semagat untuk belajar memenuhi seluruh tubuh; maunya semua yang berbau keilmuan ingin rasanya ia harungi dan ikut serta di situ. Tapi, semangat yang sampai ke ubun-ubun ini tidak bertahan lama, di balik semua itu terdapat tingkah laku yang bertolak belakang dengan masa-masa mulanya di Bumi Kinanah ini. Jasa salah satu korbannya. Dia tidak ubanhnya seperti katak dalam tempurung, setelah dilepas ke lingkungan yang lebih menggiurkan, iman yang belum bias jaminan kebahagiaan itu luluh dan terikut-ikut. Hari-harinya di Kairo hanya di kamar, math’am; kamar lalu ke math’am. Sungguh menyedihkan..! Bukankah jasa salah satu mahasiswa yang aktif meramaikan pengajian di Azhar..? Bukankah dia salah satu peserta tahsin yang dibimbing Syekh Asyraf..? Tapi nyatanya, di tahun kedua semuanya sirna ditelan ajakan teman-temannya. Mengingat-ingat ini semua, jasa tidak bisa munguasai diri, tangisan pun ia lepaskan sesukanya.
"Lho… lho… lho… kamu kenapa, Sa …?! Kok tiba-tiba kayak orang kesetanan?" Cemooh Roni. Jasa tetap menangis dengan keras, dia tidak menghiraukan comoohan Roni. Jasa teringat hari-harinya menjelang keberangkatannya ke Kairo, sudah dua tahun ia tinggalkan Indonesia, tapi ilmu yang di dapat belum seberapa, seketika badan terasa lemas, tidak berdaya.
*****
Musim dingin yang sungguh ganas, tidak mengenal perdamaian. Bintik-bintik kecil muncul di tubuh mungil anak Indonesia ini seperti cendawan yang tumbuh di musim penghujan; rasa gatal mengepung badan. Sudah pukul 09.00 tapi sang surya belum juga bisa mengalahkan dinginnya pagi kali ini; membuat siapa saja malas melangkahkan kaki ke kuliah. Jasa, Saiful dan Roni pun membisu tanpa suara, mereka saling bertatapan, Roni tajam memandang Jasa, dia masih penasaran apa yang membuat Jasa seperti orang kesurupan tadi pagi.
"Aku kuliah dulu," ungkap jasa menyibak kebisuan.
Saiful dan Roni masih belum mengerti apa yang terjadi dengan Jasa, perubahan yang sangat drastis yang membuat siapa saja bingung dengan ulahnya. Entah malaikat apa yang merasuki tubuhnya pagi ini hingga tiba-tiba dia ingin kuliah hari ini. Saiful dan Roni saling pandang penuh tanda tanya dan berakhir dengan kerutan di kening dan kedikan bahu dari masing-masing keduanya.
Jasa membuka lemarinya dan langsung meraih jaket pemberian temannya, Fadhilah. Matanya mencari-cari sesutau ke arah meja belajar yang berantakan dengan bekas rokok.
"Cari apa Sa..?" tanya Saiful memberanikan diri.
"Pulpen. Pulpen kamu mana, boleh minjam?"
"Itu, di laci paling bawah." Sambil menunjukkan tangannya ke arah meja yang tidak jauh dari tempat tidurnya. Dengan segera jasa mencari dan mengambil pulpen tersebut.
"Sa, kamu kenapa, sih?" tanya Roni angkat bicara, dia tidak bisa lagi membendung rasa penasarannya.
"Gak ada, Akh.., aku nggak kenapa-napa. Aku pengen ke kuliah doang." ungkap jasa berusaha memahamkan temannya yang masih bingung dengan tindakannya yang tiba-tiba. "Aku berangkat dulu ya, hampir telat nih."
Jasa pergi dengan menyandang tas hitam di bahu kirinya dan tangan kanannya asyik membalik kaos kaki sambil sesekali dibantu tangan kiri; yang akan dipakainya di mahaththoh sambil menunggu angkot.
"Aku harus ke kuliah hari ini, aku harus belajar! Harus...!" tekad jasa dalam hatinya. Jasa pun tidak harus menunggu lama-lama di mahaththoh; sekitar 3 menit ia duduk di mahaththoh depan gerbang utama Buust putra, angkot jurusan Darrosah datang.
"Darrosah… Darrosah… Darrosah!" ajak kernet angkot kecil ini dengan suaranya yang mengalahkan microphone. Jasa masuk beserta beberapa mahasiswa berkulit hitam. Belum sempat selesai jasa mengulang hafalannya satu halaman dari surah At-Taubah ala Musyari Rasyid, angkot yang dinaiki pun sampai dan penumpang berturunan. Jasa langsung menuju kampus Islam tertua ini. Ada rasa malu, bimbang dan sedikit takut, tiba-tiba Jasa menghentikan langkahnya, sambil melihat ke kiri dan kanan.
"Sudah lama aku tidak ke sini.." gumamnya.
Dengan pikiran yang masih campur aduk antara masuk atau tidak, Jasa meneruskan langkahnya tanpa mau berlama-lama dengan kebimbangannya. Pintu gerbang Al-Azhar telah menghadangnya, dengan tiga syurthoh berbadan tinggi dan kekar yang setia menanyai dan memeriksa kerneh mahasiswa yang mau masuk kuliah, termasuk Jasa.
"Ya Syeikh, fein kerneh..?" tanya salah seorang syurthoh yang lagi duduk di samping pintu masuk kampus. Jasa pun gugup dan tidak bisa menjawab. Dia baru ingat, kalau mau ke kuliah harus bawa kerneh. Boro-boro bawa kerneh, Visa saja sudah dua tahun belum pernah diperpanjang. Jasa diam dan tidak menjawab. Bukan karena tidak faham apa yang diminta syurtoh, juga bukan karena tidak bisa menjawab; sekalipun Jasa nggak pernah masuk kuliah dua tahun terakhir ini, tapi kemampuan bahasa Arabnya nggak bisa disepelekan.
"Indunesia.., fein kerneh..? Leih inta maa tigibs..!?" bentak syurthoh yang berkumis tebal, membuat Jasa semakin mematung.
"Kholas! Huwwa da, musy faahim ‘arabiyah!" Ucap syurthoh yang tidak jauh berdiri dari Jasa menengahi situasi.
"Yallooh, khusy ya syeikh!" Syurthoh berkumis tebal itu menyuruhnya masuk. Begitulah para syurthoh kampus ini, paling mudah menakut-nakuti mahasiswa; apalagi mahasiswa Asia. Padahal mereka hanya becanda, tidak lebih.
Jasa pun buru-buru pergi, tawa para syurthoh yang mengiringi kepergiannya hilang seketika ditelan langkahnya yang terburu-buru menuju aula Fakultas Syari’ah jurusan Syari’ah Islamiyah. Jasa dikagetkan dengan ruangan yang kosong dan tempelan selembar kertas di pintu masuk sebelah kanan.
Untuk pekan ini, muhadharah tarikh tasyri’ tidak ada. Inti dari tempelan selembar kertas itu. Jasa lemas dan agak kecewa. Akhirnya dia pergi ke lantai dua, aula jurusan Syariah wa Qonun. Tanpa pikir panjang, Jasa masuk dan mengambil bangku urut dua dari depan yang berpapasan dengan dosen.
*****
Aku pasti bisa!!! Jasa teringat dengan tekadnya dulu pada hari pertamanya kuliah. Dia terkesima, salut dan takjub melihat dosen favoritnya, Dr. Saad, yang mengajar Fiqh Muqorin. Di samping bahasa pengantarnya jelas, tegas, juga Dr. ini menyampaikan ceramah kuliahnya berdiri mulai dari awal sampai akhir. Ternyata Dr. Saad yang dulu ia idolakan, sekarang ada di depannya. Sudah dua tahun ia tidak pernah masuk kuliah, Dr. Saad tidak banyak berubah; masih tetap jadi dosen favoritnya.
Jasa sedikit terhibur akan suasana ini. Dia teringat semua teman-temannya yang membuat dia tertawa setengah mati, tepatnya dua tahun yang lalu di hari pertama kuliah. Teringat dengan salah satu temannya dari Mesir, ketika ditanya tentang rukun wudhu’ tapi jawabannya melenceng 99% karena menurutnya, rukun wudhu’ yang pertama adalah membasuh tangan. Membuat seisi ruangan menjadi geger. Begitu juga dengan temannya dari Nigeria, yang ditanya tentang tanggal lahirnya, lagi-lagi suasana kampus bising dipenuhi dengan tawa yang keluar sesukanya, karena jawabannya juga melenceng 100% dari yang diharapkan. Dan yang lebih aneh bin ajaib lagi, pertanyaan temannya yang sampai sekarang dia belum tahu pasti asal penanya ini. "Bukankah ada dalam al-Quran, ketika ada perintah mendirikan shalat juga dibarengi dengan perintah mengeluarkan zakat yang diperantarai huruf waw. Pertanyaan saya, Doktor, Apakah setiap kita shalat juga harus mengeluarkan zakat, karena huruf waw sebagai pernyataan beserta?" Akhirnya, muhadharah ditutup dengan semprotan tawa kiri kanan memenuhi aula ini.
Usai muhadharah, jasa pun pulang menuju Madinatul Bu’ust Islamiayah.
Sesampainya di Bu’ust, jasa tidak langsung ke kamarnya. Jasa mengikuti arah langkahnya yang tanpa ia sadari menuju ke imaroh 18; imaroh tempat istidhafahnya dua tahun yang lalu. Dia ingin ketemu sama Ustadznya.
"Eh, jarang kelihatan, Sa..?" tanya beliau sumringah dengan kedatangan Jasa yang tiba-tiba ke kamarnya.
"Nggak, Ustadz, karena jarang aja kesini makanya Ustadz tak lihat ana," jawab Jasa mengelak. Jasa melihat keadaan kamar Ustadznya ini tidak begitu jauh berbeda dengan dua tahun silam.
"Kok kamu kelihatan bingung, Sa..? Lagi ada masalah yach..!?
"Nggak, Ustadz," jawabnya singkat. "Tapi Ustadz, menurut Ustadz, ana pantas nggak kuliah di sini, apa ana pulang aja ke Indonesia..?" Tanyanya sesaat, minta pendapat.
"Hehehe..., kamu ada-ada aja, Sa," sang ustaz balas meledek Jasa.
"Serius...! ana butuh pendapat, Ustadz," ulang jasa meyakinkan Ustadznya.
"Ya.., kalau memang pulang adalah pilihan kamu, nggak apa-apa. Saya juga bisa nitip."
Akhirnya keputusan Jasa untuk pulang ke tanah air sudah bulat. Dan dia tinggal menunggu kepastian pesanan tiket dari seniornya dulu di pondok, yang sekarang lagi ngambil S2 dan tinggal di Hay Asyir.
"Inilah hari terakhir Jasa ke kuliah." Ungkap Saiful kepada teman-temannya ketika terdengar kabar Jasa tewas ditabrak mobil. "Kejadiannya saya tidak tahu pasti, tapi pas dia turun dari Bus 80 Coret, dengan secepat kilat Taxi menyambut kakinya. Tubuhnya terguling-guling."
Cairo, 04-03-2009

- Buah tangan dari: Sufrin Efendy Lubis, Mahasiswa Fakultas Syari’ah jurusan Syari’ah Islamiah, Universitas Al-Azhar Kairo.

1 komentar:

  1. subhanallah luar biasa,,,

    gurindam :for ikhwah rohimakumullah

    negeri sebrang tinggallah negri sebrang
    tak jualah mengerti apa yang hendak di cari

    senantiasalah diri tetap teguh pada janji
    agar hawa nafsu terpelihara oleh diri
    f3

    BalasHapus

Oase Risalah


Dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah Yang Esa, tidak ada sekutu baginya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan (bersaksi bahwa) Isa (Yesus) adalah hamba Allah dan rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang Dia tiupkan kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan (bersaksi bahwa) surga dan neraka itu benar, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga sesuai kadar amalnya" (HR. Muslim)

Dari Anas ra, Nabi Muhmmad Saw bersabda: "Tidak seorang pun yang bersaksi dengan ketulusan hati bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melainkan Allah akan mengharamkannya dari api neraka" (HR. Bukhari Muslim).