Di mata sebahagian masyarakat muslim Indonesia, 17 Ramadhan identik dengan malam peringatan nuzulul Qur'an. Berbagai lembaga, perusahaan dan organisasi turut serta menyemarakkan malam tersebut dengan pengajian dan ceramah keagamaan. Acara tahunan ini seakan telah menjelma menjadi sebuah tradisi keagamaan.
Namun, apakah demikian juga di Mesir? Ternyata tidak. Bagi masyarakat Mesir, 17 Ramadhan justru lebih identik dengan sebuah peristiwa besar yang sangat menentukan bagi sejarah perkembangan dakwah Islam, yaitu perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadhan di tahun ke-2 Hijriyah.
Adapun peristiwa "nuzulul Qur'an" masyarakat Mesir lebih condong pada pendapat yang mengatakan bahwa awal turunnya Al-Qur'an itu terjadi pada 10 terakhir bulan Ramadhan, tepatnya pada malam Qadar, sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al-Qadr: 1 dan QS. Ad-Dukhan: 3. Dan ini tentunya lebih kuat, sebab dalilnya juga lebih akurat. Itulah sebabnya peringatan "nuzulul Qur'an" pada 17 Ramadhan jarang ditemui di negeri sungai Nil ini.
Mengenang Peristiwa Badar
Dalam rangka mengenang peristiwa besar Badar, Kementerian Badan Wakaf Mesir tadi malam di depan Mesjid Husein menghadirkan tiga tokoh ternama dari agamawan Mesir: Dr. Syekh Syahhat Al Jindi, Dr. Syekh Hamdi Zaqzuq (menteri Badan Wakaf Mesir) dan Prof. Dr. Syekh Muhammad Tontowi Jauhari (grand syekh Al-Azhar) sebagai pemateri.
Pada kesempatan tersebut, Dr. Syahhat Al Jindi sebagai pemateri pertama mengatakan bahwa kemenangan kaum muslimin dalam peristiwa perang Badar merupakan kemenangan bagi nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan, kemenangan yang hak atas yang batil, kemenangan keadilan atas kezhaliman serta kemenangan petunjuk kebenaran atas kesesatan. Kalau bukan karena kemenangan ini, nilai-nilai kebenaran Islam tidak akan sampai kepada ummat manusia saat ini.
Beliau menjelaskan bahwa kemenangan perang Badar merupakan hari pemenuhan doa kemenangan Rasulullah Saw., dimana Allah SWT mengirimkan tentara-tentara malaikat untuk memperkuat pasukan kaum muslim.
Dalam kesempatan ini, Dr. Syahhat Al Jindi menggambarkan kesungguhan dan kerendahan hati Rasulullah Saw sewaktu berdoa, sampai-sampai sahabatnya Abu Bakar ra berkata: "Cukuplah wahai Rasul Allah, karena sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi apa yang dijanjikan-Nya untukmu."
Menepis Polemik Islam Sebagai Agama Perang
Pada kesempatan ini, menteri Badan Wakaf Mesir, Dr. Hamdi Zaqzuq sebagai pemateri kedua memaparkan faktor yang melatarbelakangi meletusnya perang yang dilakukan oleh ummat Islam.
Beliau menjelaskan bahwa Allah SWT tidak pernah mengijinkan perang bagi kaum muslim kecuali untuk menolak permusuhan, kezaliman dan menuntut hak kebebasan beragama. Firman Allah SWT:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
"Telah diijinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi disebabkan karena mereka dizhalimi. Dan sesungguhnya Allah Mahakuasa untuk menolong mereka." (QS. Al-Hajj: 39)
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian. Dan janganlah kalian melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak suka terhadap orang-orang yang melampaui batas" (QS. Al-Baqarah: 190).
Berangkat dari ayat tersebut, ungkap Dr. Hamdi Zaqzuq: "jelas bahwa Islam tidak memusuhi pihak asing. Justru Islam adalah agama damai. Secara bahasa juga, asal kata 'islam' sama dengan kata 'salam' yang berarti damai. Ungkapan sapa orang Muslim juga adalah 'assalam…' (kedamaian). Ini mengingatkan dia selalu bahwa prinsip (Islam) adalah damai…."
"jadi, Islam sama sekali tidak punya keinginan untuk melakukan permusuhan." ungkapnya menyimpulkan.
Islam sebagai agama damai juga tercermin dalam firman Allah SWT:
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara engkau dan dia seolah-olah menjadi teman yang sangat setia." (QS. Fushshilat: 34)
وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
"Dan apabila mereka condong pada perdamaian, maka terimalah dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahamendengar, Mahamengetahui." (Al-Anfal: 61).
Namun, sering sekali orang salah paham terhadap makna jihad, Di media Barat sendiri, kata jihad sangat identik dengan permusuhan, teroris dan pertumpahan darah. Hanya karena memberi nama anaknya dengan Jihad, seorang muslim di Jerman harus berhadapan dengan pengadilan. Untunglah kesalahpahaman tersebut bisa diarakhiri dengan baik.
Kesalahpahaman tersebut tidak terlepas dari QS. Al-Baqarah ayat 191 yang dipahami secara sepenggal-sepenggal:
"Dan bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka…" Mereka lupa memahami kelanjutannya "…dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu (Mekah)."
Ayat ini – kata Dr. Hamdi Zaqzuq – hanya berkaitan dengan kaum musyrik Makkah.
Dalam hal ini, beliau juga menepis isu adanya kebolehan menyebarkan agama Islam dengan cara paksa dan kekerasan. Di dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 256 Allah SWT memberi petunjuk: "Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama (Islam)."
Syekh Tontowy Mengungkap Tanda Kebesaran Allah pada Peristiwa Badar
Pada peringatan peristiwa Badar ini, Syekh Muhammad Tontowy Jauhari menyingkap satu sisi kebesaran Allah SWT yang menunjukkan kebenaran agama yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw., yaitu berupa kabar gembira (bisyarah) bagi kemenangan kaum muslimin. Di antaranya:
1. Semangat dan mental kedua belah pihak
Pasukan Muslim pada saat itu semangat dan mental mereka sangat tinggi. Para sahabat Rasulullah Saw. meyakinkan beliau akan tetap berjuang bersamanya.
Sementara kondisi mental pasukan musyrik Makkah melemah sampai-sampai beberapa komandan perangnya – semisal Abu Sufyan – mengatakan: "(Kita) pulang saja!"
2. Kemengan kaum Muslimin pada perang tanding
Dalam perang tanding ini Hamzah, Ali dan Ubaidah mewakili kaum pasukan Muslim maju untuk meladeni tantangan pasukan Musyrik Makkah yang diwakili oleh Syaibah, Walid dan Utbah. Ubaidah mengalami luka-luka, sementara tiga orang yang mewakili kaum musyrik tersebut tewas di tempat.
3. Ngantuk sebelum perang
Ini, menurut Syekh Tontowi menunjukkan ketenangan dan kedamaian di pihak kaum muslimin.
4. Turunnya hujan sebelum perang dimulai
Dan ini merupakan nikmat bagi pasukan muslim. Sebab dengan hujan ini mereka bisa minum, berwudhu' dan mandi, sehingga mereka bersih dari hadats dan najis. Dengan demikian mereka pun semakin dekat kepada Allah, lebih tenang dan jauh dari syetan.
Di sisi lain, hujan ini menjadi bencana bagi pasukan Musyrik, sebab posisi medan mereka lebih rendah daripada kaum Muslimin.
5. Turunnya pasukan Malaikat
Beberapa riwayat shahih menunjukkan bahwa dalam perang ini banyak Malaikat yang diturunkan untuk membantu kaum muslimin.
Itulah bagian dari tanda kebesaran Allah SWT yang terjadi pada perang Badar. Semua itu telah menambah semangat, mengokohkan mental pasukan muslim dan menguatkan iman dan keyakinan mereka terhadap Allah SWT.
(Wallahu a'lam)
8.9.09
Bukan Peringatan Nuzulul Qur'an, Tapi Mengenang Peristiwa Badar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Oase Risalah
Dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah Yang Esa, tidak ada sekutu baginya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan (bersaksi bahwa) Isa (Yesus) adalah hamba Allah dan rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang Dia tiupkan kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan (bersaksi bahwa) surga dan neraka itu benar, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga sesuai kadar amalnya" (HR. Muslim)
Dari Anas ra, Nabi Muhmmad Saw bersabda: "Tidak seorang pun yang bersaksi dengan ketulusan hati bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melainkan Allah akan mengharamkannya dari api neraka" (HR. Bukhari Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar