Kelahirannya
Salah satu keajaiban dalam hidup Imam Malik bin Anas adalah beliau dikandung selama tiga tahun padahal umat manusia umumnya hanya dikandung selama sembilan bulan. Beliau sendiri pernah berkata "Terkadang kehamilan itu sampai tiga tahun, dan sudah ada sebahagian orang yang dalam kandungan selama tiga tahun (maksudnya adalah dirinya sendiri)". Muhammad bin Umar berkata: aku mendengar banyak orang berkata "Imam Malik di kandung selama tiga tahun." Ada pun mengenai tahun kelahirannya para ulama berbeda pendapat namun kebanyakan dari mereka berpendapat bahwa beliau lahir tahun 93 Hijriyah, sesuai dengan ungkapan beliau sendiri "Aku dilahirkan tahun 93 Hijriyah".
Nasab beliau
Beliau digolongkan ke sebuah kabilah di Yaman yaitu Dzul-Ashbahy, lengkapnya nama beliau adalah Malik bin Anas bin Malik Abi Amir Al-Ashbahy Al-Yamany. Ibunya adalah ‘Aliyah binti Syarik Al-Azdy. Jadi, Ayah dan Ibunya adalah orang Arab asli yang dua-duanya berasal dari Yaman.
Kuniyahnya
Imam Malik dipanggil dengan kuniyah "Abu Abdillah"
Ciri-cirinya
Mutrif bin Abdullah berkata: Imam Malik bin Anas itu tinggi, kepala sedikit besar, botak bahagian kepala dengan rambut dan jenggot putih, beliau berkulit putih kuning langsat.
Beliau tumbuh besar
Imam Malik tumbuh besar di rumah yang merupakan sarang ilmu, lingkungan yang bertebar atsar dan hadits. Di rumahnya sendiri beliau sibuk belajar hadits dan menela'ah atsar, cerita dan fatwa sahabat.
Kakeknya sendiri Malik bin Abi Amir adalah termasuk pembesar dan ulama tabi'in, dan sempat meriwayatkan dari Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah. Adapun ayahnya, Anas bin Malik, juga sempat meriwayatkan dari Ummul mu'minin Aisyah ra.
Jelas sekali bahwa Imam Malik bin Anas tumbuh besar di Madinah, negeri dimana Rasulullah Saw hijrah membawa risalah, tanah airnya syari'at dan pancaran sunnah. Ibukota daulah islamiyah di masa khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman ra, dan sampai pun ke masa kekhalifahan Umawiyah; Madinah tetap saja menjadi kota ilmu dan tempat rujukan para sahabat, misalnya Abdullah bin Mas'ud yang tinggal di Iraq yang apabila ditanya tentang suatu hukum beliau akan berfatwa langsung, namun apabila beliau datang ke Madinah dan menjumpai fatwa yang tidak sesuai dengan apa yang difatwakannya maka beliau akan kembali ke Iraq dan menarik fatwanya.
Di kota Madinah inilah Imam Malik bin Anas hidup, ketika Madinah waktu itu benar-benar markas ilmu dan tempat berkumpul para ulama dan fuqaha sahabat kemudian tabi'in sebagai penerus mereka, sampai ke zaman Imam Malik. Dari kecil beliau sudah giat mempelajari dan menghapal Al-Quran, hadits juga atsar dan fatwa ulama sahabat dan tabi'in tersebut.
Gurunya
Imam Malik lahir di masa Khilafah Umawiyah, ketika beliau lahir sudah banyak ulama handal di Madinah dan beliau langsung bisa menggarap ilmu-ilmu mereka dalam usia dini. Namun beliau sangat berhati-hati dalam memilih guru dan apa yang ia pelajari, beliau pernah berkata: "Ilmu ini adalah agama, maka hendaklah kalian memperhatikan darimana kalian ambil agama itu"
Beliau banyak menguasai atsar Nabi Saw, fatwa sahabat, ittifaq dan ikhtilaf mereka tentang hukum. Beliau pernah berkata: "Tidak boleh berfatwa tentang suatu hukum, kecuali karena diperkhilafkan oleh manusia." Beliau ditanya: "Maksudnya manusia disitu siapa? Jawab beliau:"Para sahabat Nabi Saw."
Beliau mengambil ilmu dari Nafi, Ibnu Shihab Az-Zuhry, Ibnu Hurmuz. Hadits Nabi Saw sangat beliau hormati, beliau tidak akan membukanya kecuali setelah benar-benar siap secara mental dan penampilan. Apabila hendak menyampaikan hadits beliau akan berwudu’ dan duduk rapi di tempat duduknya yang sudah tersedia, dan menyisir merapikan jenggotnya dan benar-benar konsentrasi, baru ia mulai. Ketika ditanya kenapa sampai seperti itu? Beliau menjawab: "Aku ingin memuliakan hadits Rasulullah Saw." Beliau memang sangat menghormati Rasulullah Saw kendatipun secara langsung belum pernah melihat wajahnya. Suatu riwayat menyebutkan bahwa beliau tidak mau menunggang kenderaan dari unta dan sejenisnya selagi beliau di kota Madinah. Ketika ditanya kenapa demikian, beliau berkata: "Aku tidak akan sanggup mengenderai sesuatu di Madinah ini sementara jasad Rasulullah Saw terkubur disini."
Sebenaranya keilmuan Imam Malik ini secara umum diperoleh dari empat segi:
Pertama, beliau memang dibentuk dan dikeder Ibnu Hurmuz sang faqih yang mengetahui atsar dan fiqih ra'yi dengan sangat mapan. Juga faham tentang situasi dan apa yang terjadi di zamannya. Sehingga dengan mudah meradd pendapat-pendapat yang menyimpang dari Islam.
Kedua, beliau langsung mendapat fatwa para sahabat dari orang-orang yang langsung bertemu dengan para sahabat itu sendiri, yaitu dari para tabi'in dan tabi' tabi'in, misalnya mereka yang bertemu dengan Abdullah bin Umar ra, Ummul Mu'minin 'Aisyah ra dan sahabat-sahabat lain.
Ketiga, beliau mendapati fatwa para pembesar tabi'in yang tidak sempat berjumpa beliau seperti Sa’id bin Musayyab dan lainnya. Juga beliau mendapat fiqhurra'yi dari Rabi'ah bin Abdurrahman yang digelar dengan Rabi'ah Ar-Ra'yi.
Keempat, beliau mendapat hadits-hadits Nabi Saw dan menelusuri riwayat dan sanad yang belum terkesan panjang, sehingga beliau dengan mudah membedakan mana riwayat yang tsiqah (kuat) dan dha'if (lemah), karna beliau memang punya kelebihan dalam memahami rijalul hadits dari segi akal dan keilmuan mereka.
Umur beliau ketika mulai berfatwa
Tiada riwayat yang falid tentang berapa umur Imam Malik ketika mulai berfatwa, akan tetapi bisa dikatakan bahwa waktu itu beliau sudah seumur anak muda. Ketika keilmuannya sudah mapan, beliau membentuk majelis di Mesjid Nabawi setelah terlebih dahulu bermusyawarah dengan para syekh-nya termasuk Ibnu Zuhry dan Rabi'ah, dan mereka pun mengizinkannya. Semenjak itu beliau mulai mengajar dan berfatwa. Beliau sangat lihai dalam mengambil intinbat hukum dari nash sehingga ada istilah waktu itu: "jangan megeluarkan fatwa di kota Madinah, kalau Imam Malik ada disitu," karena banyak masalah hukum yang beliau tuntaskan padahal oleh ulama semasa itu susah memecahkannya.
Seorang ulama Madinah
Rasulullah Saw bersabda yang sekira-kira maksudnya: "Selagi akan datang masa dimana manusia akan menempuh perjalanan jauh untuk mencari ilmu, namun mereka tidak menemui ulama yang paling hebat dari seorang ulama Madinah." (HR Turmudzi)
Imam Sufyan bin 'Uyaynah berkomentar: "Ulama Madinah yang dimaksud adalah Imam Malik."
Hadits lain menyebutkan: "manuasia akan datang dari timur dan barat untuk menuntut ilmu, maka mereka tidak mendapat ulama yang lebih hebat dari seorang ulama yang ada di Madinah". (HR Thabrani).
Beberapa kisah dalam kehidupan beliau
Suatu saat Khalifah Harun Ar-Rasyid dan istrinya Zubaidah berbeda pendapat tentang dua jenis manisan, yang mana yang lebih baik. Sang Khalifah mengatakan A dan sang istri mengatakan B. Dua duanya keras kepala dan tidak ada yang mau mengalah, sampai akhirnya mereka pisah ranjang. Karena jengkelnya, sang Khalifah berucap kepada istrinya: "Kalau kamu tidur di kerajaanku malam ini, maka jatuhlah talaqmu." Setelah kata-kata ini terucap, sang Khalifah bingung kemana istrinya mesti tidur malam itu, sementara untuk keluar dari wilayah kerajaan yang dikuasainya memerlukan waktu tujuh hari tujuh malam itu pun dengan mengenderai kuda. Akhirnya sang Khalifah mengumpulkan ulama-ulama dan mencari solusi dari mereka, supaya istrinya tidak tertalaq, namun seorang pun tidak ada yang bisa menjawabnya, sampai akhirnya Imam Malik datang dan berkata: "Solusinya adalah Ummu Ja'far/Zubaidah mesti tidur di Mesjid, karena Mesjid adalah rumah Allah Swt dan bukan wilayah kekuasaanmu." Betapa gembiranya sang Khalifah mendengar fatwa cemerlangnya Imam Malik, sembari beliau berujar "Jangan berfatwa di Madinah selagi Imam Malik ada disitu"
Imam Malik sangat terkenal di masanya. Beberapa tahun di ujung usianya ia sering di rumah terus dan jarang keluar, Bahkan kalau pun keluar, beliau dikawal seperti halnya Khalifah, sehingga tidak sembarang orang bisa kontak langsung dengan beliau yang merupakan seorang imam. Padahal beliau punya banyak kawan dan sahabat. Dari situ beliau mengambil i'tibar bahwa:“Banyak kawan memang banyak mudratnya.” Karena itu beliau pernah menasehatkan kepada para muridnya "Hindarilah banyak kawan, karena bila kamu adalah seorang qodi/hakim kamu akan susah berlaku adil, atau kamu akan dituduh tidak adil (karena memihak kawanmu), dan jika kamu seorang ulama, akan banyak habis waktumu melayani mereka."
Suatu malam Imam Malik bermimpi bertemu malaikat maut. Beliau bertanya "Wahai malaikal maut, berapa lagi sisa umurku?" Malaikat tidak menjawab tetapi mengisyaratkan lima jarinya. Lalu beliau bertanya lagi: "Maksudnya lima itu apa? Lima tahun, lima bulan, lima pekan atau lima hari lagi?" Akan tetapi sebelum malaikat menjawab lagi, beliau sudah terbangun tiba-tiba. Lalu sang Imam bergegas menjumpai Muhammad bin Sirin selaku pakar tafsir mimpi dan langsung menceritakan mimpinya. Ibnu Sirin tersenyum dan berkata: "Wahai Imam negeri hijrah! Lima yang dimaksudkan malaikat itu bukan tahun, bulan, pekan atau hari, akan tetapi maksudnya malaikat mengisyaratkan bahwa pertanyaanmu itu tidak bisa dijawab karena itu cuma Allah yang tahu. Jadi yang Imam Tanya itu salah satu dari lima yang ghaib yang hanya diketahui oleh Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam surah Luqman ayat 34:
"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal".
Komentar ulama tentang beliau
Imam Syafi'i selaku murid dari Imam Malik berkata: "Siapa yang mau memperdalam hadits hendaklah bergegas menemui Imam Malik." Di lain kesempatan beliau berkomentar: "Apabila Imam Malik mendapatkan sesuatu yang meragukan dalam sebuah hadits, maka ia akan meninggalkan semuanya."
Yahya bin Sa'id Al-Qattan berkata: "Menurut saya tidak ada yang lebih hebat dari Imam Malik di zamannya."
Sufyan bin 'Uyainah berkata: " Imam Malik Cuma mengambil hadits yang bagus-bagus"
Ibnu Abi Ueis berkata:"Apabila Imam Malik ingin menyampaikan hadits, maka ia akan bergegas berwudu' dan duduk di sebuah tikar kemudian menyisir jenggotnya, dengan posisi bersahaja dan penuh hormat barulah beliau mulai menyampaikan hadits"
Al-Waqidy berkata: "Imam Malik senantiasa shalat di Mesjid, mengahadiri shalat Jum'at, ikut menghadiri jenazah dan menjenguk orang sakit. Beliau juga sering duduk di mesjid dan berkumpul bersama sahabat-sahabatnya. Kemudian beliau sudah jarang duduk di mesjid, selepas shalat langsung saja ke majelisnya. Juga beliau tidak lagi hadir dalam acara kematian tetapi masih menjenguk sahabat-sahabatnya. Berselang beberapa waktu, beliau tidak lagi nampak di depan umum, tidak lagi ta'ziyah, juga tidak lagi ke mesjid sekali pun shalat Jum'at, apalagi berkumpul dengan sahabat-sahabatnya. Jadi orang-pun tidak datang lagi menjenguknya, sehingga keberadaannya jadi tidak jelas sampai beliau wafat. Namun sebenarnya beliau tidak ke mesjid karena beliau kena penyakit salisul baul (kencing menetes). Beliau pernah berkata:"Saya tidak boleh duduk di Mesjid Nabi Saw karena saya tidak suci."
Yahya bin Mu'in berkata: "Semua hadits yang diriwayatkan Imam Malik adalah tsiqoh (terpercaya) kecuali yang bersumber dari Abu Umayyah".
(Ditulis oleh: Ismail Nasution)
13.10.09
Malik bin Anas Rahimahullah, Imam Mazhab Maliky
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Oase Risalah
Dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah Yang Esa, tidak ada sekutu baginya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan (bersaksi bahwa) Isa (Yesus) adalah hamba Allah dan rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang Dia tiupkan kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan (bersaksi bahwa) surga dan neraka itu benar, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga sesuai kadar amalnya" (HR. Muslim)
Dari Anas ra, Nabi Muhmmad Saw bersabda: "Tidak seorang pun yang bersaksi dengan ketulusan hati bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melainkan Allah akan mengharamkannya dari api neraka" (HR. Bukhari Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar