عن ابن عمر حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَتِهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِي يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنْ السَّائِلُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ
رواه مسلم والنسائى والترمذى وابن ماجه واحمد
Dari Ibnu Umar, ayah saya Umar bin Khattab ra berkata :
Pada suatu hari ketika kami duduk di dekat Rasulullah Saw, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi Saw, lalu mendempetkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, kemudian berkata:
“Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam.”
Kemudian Rasulullah Saw menjawab: “Islam itu adalah:
- engkau bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah.
- engkau mendirikan shalat,
- membayar zakat,
- berpuasa pada bulan Ramadan, dan
- mengerjakan haji ke rumah Allah jika engkau mampu mengerjakannya.”
Orang itu berkata, “Engkau benar ”
Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya.
Orang itu bertanya lagi, “Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman”
Rasulullah Saw menjawab, “Hendaklah engkau beriman kepada :
- Allah,
- para malaikat-Nya,
- kitab-kitab-Nya,
- para rasul-Nya,
- hari akhir, dan
- kepada takdir yang baik dan yang buruk.”
Orang tadi berkata, “Engkau benar”
Lalu orang itu bertanya lagi, ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan.”
(Beliau saw) menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun, jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau.”
Orang itu berkata lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat ”
Beliau menjawab, “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.”
Orang itu selanjutnya berkata, “Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya”
Beliau menjawab, “Apabila budak melahirkan tuannya dan engkau melihat orang-orang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan.”
Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya.
Lalu Nabi Saw bersabda, “Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu ?”
Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.”
Lalu beliau bersabda, “Dia itu adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim, Nasai, Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad)
16.7.12
Hadits Tentang Rukun Iman dan Islam
14.6.11
Hukum Qunut dalam Shalat Shubuh
Barangkali masalah qunut ini sering membuat sebahagian muslim bingung, karena ada sebahagian orang yang menyandang nama ustadz tapi tidak terlalu mendalami masalah fiqih, sehingga membuat sebahagian orang kesal bahkan menimbulkan perpecahan, lebih-lebih kalau misalnya qunut 2/18/2010itu sudah diamalkan dari generasi kegenerasi tiba-tiba ada yang melarang dengan alasan bahwa dalilnya do'if/lemah bahkan tidak jarang dituduh bid'ah. Ini tentunya tidak kita inginkan.
Sebelum mulai kepembahasan inti, ada baiknya diketahui bahwa permasalahan qunut adalah perkara fiqhiyah ataupun furu'iyah, Yang namanya masalah fiqhiyah pasti banyak sekali perbedaan pendapat, namun perbedaan pendapat disitu tidak akan mempengaruhi kepada keislaman seseorang;andainya berpegang kepada salah satu pendapat yang punya dalil dan diperhitungkan dikalangan ulama fiqih. Bahkan justru ikhtilaf disitu bisa jadi rahmat dan keringanan bagi sebahagian orang.
Sebab itulah tidak boleh terlalu fanatik dalam masalah fiqih ini apalagi sampai menimbulkan perpecahan dan permusuhan dikalangan muslimin. Terkait masalah qunut subuh ini, ulama fiqih memang berbeda pendapat madzhab Syafi'I dan madzhab Maliki mengatakan qunut merupakan sunnah, sedangkan madzhab Hanafi dan Hanbali mengatakan tidak ada qunut pada shalat subuh.
Imam Nawawi dari kalangan Syafi'iyah mengatakan: ketahuilah bahwasanya qunut itu disyari'atkan dalam madzhab kita (Syafi'i) dan itu merupakan sunat mu'akkad, dengan dalil:
روى أنس بن مالك رضي الله عنه " ما زال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقنت فى الفجر حتى فارق الدنيا " رواه أحمد و عبد الرزاق و الدارقطني والحاكم فى الأربعين وفال حديث صحيح رواته كلهم ثقات.
Artinya: "Diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah Saw senantiasa qunut pada shalat subuh sampai beliau wafat.” (HR Ahmad, Abdurrazaq, Daruqutni, dan Hakim dalam kitabnya yang bernama Al-arba'in, ia berkata: ini Hadits Sahih semua perawinya terpercaya").
Disebahagian sahabat dan tabi'in sendiri diketahui beberapa pendapat dan cara qunut itu, seperti perkataan Ali bin Ziyad yang berpendapat bahwa qunut di shalat subuh itu wajib, maka siapa yang meninggalkannya batal shalatnya, dan boleh dilaksanakan sebelum atau sesudah ruku' di rakaat kedua, tapi paling bagusnya dilaksanakan sebelum ruku' mengiringi bacaan ayat supaya yang masbuq/terlambat juga bisa dapat dan karena Umar bin Khattab juga menyetujuinya dihadapan para sahabat.
Diriwayatlkan dari Abi Raja' Al-attoridy, ia berkata: "Sebelumnya qunut itu dilaksanakan setelah ruku' kemudian Umar melaksanakannya sebelum ruku' supaya yang masbuq bisa dapat".
Dalam masalah qunut ini pendapat madzhab Syafi'I dirajihkan dan dikuatkan dari pendapat lain yang tidak menganjurkan, karena kuatnya dalil mereka;yaitu:
ما رواه أبو هريرة رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رفع رأسه من الركوع من صلاة الصبح فى الركعة الثانية, فيدعو بهذا الدعاء: اللهم اهدني فى من هديت.....الخ وزاد البيهقي فيه عبارة " قلك الحمد على ما قضيت" وزاد الطبراني " ولا يعز من عاديت" (اخرجه الحاكم والبيهقي والطبراني وذكره صاحب سبل السلام)
Artinya: "Hadits riwayat Abu Hurairah beliau berkata: Adalah Rasulullah Saw apabila selesai mengangkat kepalanya dari ruku' shalat subuh di raka'at kedua, maka beliau akan membaca do'a ini " Allahummahdini fii man hadait dst…" imam Baihaqi menambahkan bacaan "Falakal hamdu ala ma qadoit" dan Imam Tabrani menambahkan pula lafaz " Walaa ya'izzu man 'adait" (HR Hakim, Baihaqi, Tabrani, dan disebutkan dikitab Subulussalam).
روى أنس بن مالك رضي الله عنه " ما زال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقنت فى الفجر حتى فارق الدنيا " رواه أحمد و عبد الرزاق و الدارقطني والحاكم فى الأربعين وفال حديث صحيح رواته كلهم ثقات.
Artinya: Diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah Saw senantiasa qunut pada shalat subuh sampai beliau wafat. (HR Ahmad, Abdurrazaq, Daruqutni, dan Hakim dalam kitabnya yang bernama Al-arba'in, ia berkata: ini Hadits Sahih semua perawinya terpercaya).
وسئل أنس: هل قنت رسول الله صلى الله صلى الله عليه وسلم فى صلاة الصبح؟ قال: نعم. فقيل له: قبل الركوع أم بعد الركوع؟ قال بعد الركوع. أخرجه مسلم و أبو دود
Artinya: "Anas ra ditanya tentang apakah Rasulullah Saw qunut diwaktu subuh? Beliau menjawab: iya. Kemudian ditanya lagi " apakah sebelum ruku' atau sesudah ruku'? beliau menjawab: sesudah ruku'.” (HR Muslim dan Abu Daud)
عن أبي هريرة قال : والله أنا أقربكم صلاة برسول الله صلى الله عليه وسلم. وكان أبو هريرة يقنت في الركعة الأخيرة من صلاة الصبح بعد ما يقول: سمع الله لمن حمده, ويدعو للمؤمنين والمؤمنات ويلعن الكفار أخرجه البيهقي
Artinya: "Bersumber dari Abu Hurairah ra, beliau berkata " Demi Allah saya adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah Saw waktu Shalat". dan Abu Hurairah ini qunut diraka'at terakhir dari shalat subuh, setelah beliau bilang "sami'Allahu liman hamidah" ia pun berdoa untuk mu'minin dan mu'minat dan mendoakan kejelekan untuk ornag-orang kafir.” (HR Imam Baihaqi).
عن عبد الله بن عباس قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعلمنا دعاء ندعو به فى القنوت من صلاة الصبح: " اللهم اهدنا فيمن هديت وعافنا فيمن عافيت وتولنا فيمن توليت وبارك لنا فيما أعطيت وقنا شر ماقضيت إنك تقضي ولا يقضى عليك إنه لا يذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت أخرجه البيهقي
Artinya: "bersumber dari Abdullah bin Abbas ra, beliau berkata: Rasulullah Saw mengajarkan kepada kami do'a, yang kami berdo'a dengannya di waktu qunut shalat subuh yaitu: " Allahummah dina fii man hadaita, wa 'afina fii man hadaita, watawallana fii mantawallaita, wabarik lana fii ma a'toita, wa qina syarra ma qadaita, innaka taqdi, wala yuqda 'alaika, innahu la yadzillu man wa laita, tabarakta rabbana wata'alaita". (HR Baihaqi).
وفي حديث " كان إذا رفع رأسه من الركوع من صلاة الصبح فى الركعة الثانية يرفع يديه ويدعو بهذا الدعاء: "اللهم اهدي فيمن هديت". و في رواية: أنه إذا رفع رأسه من الركوع في صلاة الصبح في اخر ركعة قنت.
الجامع الصغير للسيوطي وقال الشيخ الألباني صحيح
Artinya: "Dalam sebuah hadits: Apabila Rasulullah Saw mengangkat kepalanya dari ruku' shalat subuh dari raka'at kedua, maka beliaupun mengangkat kedua tangannya dan berdo'a dengan doa ini " Allahummah dini fii man hadaita". Dan riwayat lain menyebutkan: Bahwasanya Rasulullah Saw apabila mengangkat kepalanya dari ruku' pada shalat subuh diakhir rakaat, beliaupun qunut.” (dari kitab Jami' As-sagir oleh Imam Suyuti, Syekh Albani mngatakan hadits ini Sahih).
Jadi itulah tadi beberapa dalil yang dijadikan pegangan atas landasan qunut di shalat subuh, adapun bacaanya maka yang dipilih banyak ulama adalah do'a yang di riwayatkan dari hasan bin Ali ra, beliau berkata: Rasulullah Saw mengajarkan kepada saya beberapa kalimat yang mesti kubaca di shalat witir yaitu:
اللهم اهدني فيمن هديت وعافني فيمن عافيت وتوليني فيمن توليت وبارك لي فيما أعطيت وقني شر ما قضيت فإنك تقضي ولا يقضى عليك وإنه لا يذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت.
Sebahagian ulama menambahkan kalimat:
"ولا يعز من عاديت" قبل "تباركت ربنا رتعاليت" وبعده "فلك الحمد على ما قضيت, أستغفرك وأتوب إليك"
Imam Nawawi bekata tentang masalah ini: "Saudara-saudara kita di madzhab Syafi'i mengatakan tidak apa-apa diamalkan dengan tambahan itu. Abu Hamid Al-bandaniji dan ulama lain mengatakan tambahan itu dianjurkan".
Dan disunatkan membaca shalawat menyertai do'a diatas, menurut pendapat yang masyhur.
Dari pemaparan diatas sudah kita lihat bagaimana kuatnya hujjah para ulama Syafi'iyah dalam masalah qunut ini, maka dapatlah kita simpulkan bahwa qunut itu bukan sengaja dibuat-buat atau bid'ah, atau bersandar kepada hadits doif saja, akan tetapi sunnah muakkad/ sunat yang dikuatkan yang apabila tertinggal mesti ditempel dengan sujud sahwi, dan shalat tidak batal walaupun meninggalkannya.
Jadi bagi saudara-saudari yang dari dulu mengamalkan qunut subuh, silahkan amalkan dan ajarkan kepada anak cucu dan muslim sekaliannya, dan jangan marah apabila ada orang yang tidak qunut subuh karena boleh jadi dia mengamalkan madzhab Hanafi atau Hanbali. Demikin juga yang selama ini tidak qunut subuh, kalau mau qunut mulai sekarang silahkan saja, karena dalilnya sudah tertera diatas, dan jangan lagi mengatakan orang yang yang qunut subuh itu dalilnya doif atau bid'ah. Kalau seseorang qunut berarti dia Syafi'I atau Maliki menurut madzhab fiqihnya.
Terakhir sekali pesan penulis, terkait amal ibadah kita, janganlah cepat-cepat menyalahkan orang apabila berbeda peraktek kita dengan mereka, dan kalau bisa setiap ibadah yang kita kerjakan kita mesti punya dan tahu dalilnya, atau setidaknya kita tahu darimana sumbernya, sekira-kira kalau ditanya Allah Swt nanti di akhirat kita punya jawabannya, misalnya "kenapa kamu qunut subuh? Maka jawaban kita kan sudah ada diatas. Terus yang namanya ibadah;selagi kita mampu usahakanlah dengan mengamalkan yang paling sempurna, biar pahalanya juga penuh seperti yang kita inginkan, misalkan baca do'a iftitah dan ayat dalam shalat adalah sunnah, sementara baca fatihah itu wajib, maka janganlah padakan fatihah saja mentang-mentang do'a iftitah dan ayat sesudah fatihah itu sunat jadi ditinggalkan.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca Alhamdulillahi Robbil 'Alamin.
Disarikan dari kitab Al-bayanul qowim li tashhihi ba'dil mafahim: Ustadz D. Ali Jum'ah Mufti Mesir,
Penulis: Isma'il Nasution, Lc.
Blog: pinarik85.blogspot.com .
1.6.11
Fatwa MUI Tentang Kesesatan dan Penyimpangan Islam Jama'ah - LDII
Bukti-bukti kesesatan LDII, Fatwa-fatwa tentang sesatnya, dan pelarangan Islam Jama’ah dan apapun namanya yang bersifat/ berajaran serupa:
1. LDII sesat. MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut: “Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.” (Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).
2. Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII. Dalam Makalah LDII dinyatakan: “Dan dalam nasehat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi,” (Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/ 97, halaman 8).
3. Surat 21 orang keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf, taubat dan mencabut Bai’at mereka terhadap LDII, Oktober 1999. Dalam surat itu dinyatakan di antara kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat dan keluar dari LDII, karena: Dilarang menikah dengan orang luar Kerajaan Mafia Islam jama’ah, LEMKARI, LDII karena dihukumi Najis dan dalam kefahaman Kerajaan Mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, LDII bahwa mereka itu BINATANG. (Lihat surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
4. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk). Ungkapan Imam LDII dalam teks yang berjudul Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam jamboree nasional tapi khusus untuk muda mudi LDII) di Wonosalam Jombang tahun 2000. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman): “Dengan banyaknya bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat kedudukan jamaah kita (maksudnya, LDII, pen.). Karena betul-betul yang pertama ya jamaah kita. Maka dari itu jangan sampai kefahamannya berubah, sana dianggap baik, sana dianggap benar, akhirnya terpengaruh ikut sana. Kefahaman dan keyakinan kita supaya dipolkan. Bahwa yang betul-betul wajib masuk sorga ya kita ini. Lainnya turuk bosok kabeh.” (CAI 2000, Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI Wonosalam. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman).
5. Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat masjid-masjid untuk golongan LDII.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.
6. Penipuan Triliunan Rupiah: Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. Di antara korban itu ada yang menyetornya ke isteri amir LDII Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar Rp 169 juta dan Rp 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan korban dari Kertosono pula ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah bernama M Ontorejo alias Oong sebesar Rp22 miliar, Rp 959 juta, dan Rp800 juta. Korban bukan hanya sekitar Jawa Timur, namun ada yang dari Pontianak Rp2 miliar, Jakarta Rp2,5 miliar, dan Bengkulu Rp1 miliar. Paling banyak dari penduduk Kediri Jawa Timur ada kelompok yang sampai jadi korban sebesar Rp900 miliar. (Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. ).
7. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: K.H. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H.S. Prodjokusumo.
8. Fatwa Majelis Ulama DKI Jakarta: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 20 Agustus 1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, K.H. Abdullah Syafi’ie ketua umum, H. Gazali Syahlan sekretaris umum.
9. Pelarangan Islam Jama’ah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D.A./10/1971 tentang: Pelarangan terhadap Aliran- Aliran Darul Hadits, Djama’ah jang bersifat/ beradjaran serupa. Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an Hadits, Islam Djama’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah (JPID), Jajasan Pondok Peantren Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia. Kedua: Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/ menodai adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober 1971, Djaksa Agung R.I. tjap. Ttd (Soegih Arto).
10. Kesesatan, penyimpangan, dan tipuan LDII diuraikan dalam buku-buku LPPI tentang Bahaya Islam Jama’ah, Lemkari, LDII (1999); Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah (2004).
11. LDII aliran sempalan yang bisa membahayakan aqidah umat, ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa “Beberapa contoh aliran sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah, yang telah dilarang seperti: Lemkari, LDII, Darul Hadis, Islam Jama’ah.” (Jakarta 12 Februari 2000, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI).
12. LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari Islam Jamaah. Ketua Komisi fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. Dalam wawancara dengan Majalah Sabili, KH Ma’ruf Amin menegaskan: Kita sudah mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli 2005) yang menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah. Itu jelas!” (Sabili, No 21 Th XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi’ul Akhir 1427, halaman 31).
Sistem Manqul
LDII memiliki sistem manqul. Sistem manqul menurut Nurhasan Ubaidah Lubis adalah “Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat buku tidak sah. Sedang murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat Ijazah dari guru maka ia dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu”. (Drs. Imran AM. Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal.24).
Kemudian di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul hanyalah Nurhasan Ubaidah Lubis.
Ajaran ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan ucapannya hendaklah memelihara apa yang didengarnya itu, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah mem berikan Ijazah kepada para sahabat. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا .
Artinya: “Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar.” (Syafi’i dan Baihaqi)
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kepada orang yang mau mempelajari hadits-haditsnya lalu menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar. Adapun cara bagaiman atau alat apa dalam mempelajari dan menyampaikan hadits-haditsnya itu tidak ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, dengan radio, tv dan lain-lainnya. Maka ajaran manqulnya Nurhasan Ubaidah Lubis terlihat mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang lain, sehingga sangat tergantung dan terikat denga apa yang digariskan Amirnya (Nurhasan Ubaidah). Padahal Allah SWT menghargai hamba-hambanya yang mau mendengarkan ucapan, lalu menseleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Firman-Nya:
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ(17)
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ(18)
Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (QS Az-Zumar [39] : 17-18)
Dalam ayat tersebut tidak ada sama sekali keterangan harus manqul dalam mempelajari agama. Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan perkataan, hanya saja harus mengikuti yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang yang mempunyai akal. Dan bukan harus mengikuti manqul dari Nur Hasan Ubaidah yang kini digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz, setelah matinya kakaknya yakni Abdu Dhahir. Maka orang yang menetapkan harus/wajib manqul dari Nur Hasan atau amir itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal. (Lihat Buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 258- 260).
Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata di antaranya:
Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII.
Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk).
Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.
Sumber
8.5.11
Pelaksanaan Tes Beasiswa Al-Azhar Mesir 2011-2012
Surat edaran tentang Pengumman tes Beasiswa calon Mahasiswa Universitas Al-Azhar Mesir Tahun Akademik 2011-2012 telah dipublikasikan oleh Dirjen Pendidikan Islam dengan nomor Nomor : Dt.I.IV/4/PP.009/129/2011.
Berikut surat edaran tersebut:
"Menunjuk surat Kedutaan Besar Republik Mesir di Jakarta bahwa Universitas Al-Azhar Mesir memberikan tawaran beasiswa bagi putra-putri Indonesia untuk melanjutkan studi kesana untuk tahun akademik 2011-2012 dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan seleksi akan dilaksanakan selama seminggu dimulai dari tanggal 16 Mei 2011 di Kedutaan Besar Republik Mesir Jalan Teuku Umar No. 68 Jakarta Pusat Telp. (021) 31931141
2. Materi ujian meliputi ; Hafalan Al-Qur'an, Bahasa Arab, dan Pengetahuan Agama Islam .
3. Info selengkapnya menyangkut pendaftaran, persyaratan seleksi, waktu ujian dan pengumuman kelulusan dapat ditanyakan langsung ke Kedubes Mesir Jakarta.
Demikian, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 5 Mei 2011
Direktur Pendidikan Tinggi Islam
ttd
Prof. Dr. H. Machasin, MA
NIP. 19561013 198103 1 003
Sumber: www.ditpertais.net
15.4.11
Kisah Pernikahan Sayyidah Khadijah Dengan Nabi Muhammad Saw
Sayyidah Khadijah; Penduduk Makkah pada zaman jahiliyah memanggilnya dengan sebutan ”Ath-Thahirah,” yang berarti wanita suci. Dia termasuk dalam barisan orang-orang terpandang dalam suku Quraisy. Pergelutan sayyidah Khadijah di dunia bisnis lintas negara juga memasukkannya dalam daftar orang kaya kota Makkah. Tak sedikit bangsawan Arab yang melamarnya untuk dijadikan isteri, namun selalu dia tolak.
Di sela-sela urusan bisnisnya, dia mendengar kabar tentang seorang pemuda yang jujur, amanah dan baik hati. Sifat-sifat ini membuat sayyidah Khadijah tertarik untuk menjadikannya sebagai mitra bisnis. Nafisah binti Maniyah pun diutus untuk menyampaikan tawaran kerjasama sayyidah Khadijah kepada pemuda yang tak lain bernama Muhammad itu. Dari sinilah kisah mereka dimulai.
Muhammad saw tidak terburu-buru mengiyakan. Sebelum membuat keputusan, dia terlebih dahulu meminta pendapat pamannya, Abu Thalib, pengasuh yang menggantikan posisi ayahnya yang telah wafat sejak dia masih dalam kandungan.
Tawaran Khadijah diterima. Muhammad saw dipercayakan untuk membawa barang dagangannya ke Syam (Siria) bersama Maisarah, seorang pria pembantu Khadijah.
Sepulang dari Syam, Maisarah tak sabar untuk berbagi cerita kepada sayyidah Khadijah tentang kebaikan hati Muhammad saw dan keanehan yang dia saksikan selama perjalanan ke Syam. Di antara keanehan tersebut adalah perjalanan mereka yang jauh menjadi terasa singkat, dan awan juga berjalan menaungi perjalanan mereka dari terik matahari. Cerita ini tentu saja menghibur dan memberikan kesan bagi sayyidah Khadijah.
Tidak lama setelah itu, sayyidah Khadijah dirundung musibah; sang ayah tercinta meninggal dunia. Di tengah kesedihannya datanglah Waraqah bin Naufal (anak pamannya) untuk melipur laranya. Dia menjelaskan bahwa dunia ini bukan akhir segalanya, akan ada hari berbangkit dimana Allah memberi pahala atau hukuman menurut amal masing-masing. Dan ayah Khadijah (menurut Waraqah) termasuk orang yang beruntung, sebab dia orang baik-baik.
”Kenapa Anda tidak menyampaikan ini kepada orang-orang biar mereka tidak lagi menyembah berhala-berhala dan hanya berharap kepada Allah?” Tanya Khadijah setelah merasa terhibur.
”Ini bukan tugasku. Seorang nabi akhir zaman sudah waktunya muncul, sebagaimana yang ditunjukkan oleh kitab-kitab suci yang kami baca. Dialah yang akan menyampaikan petunjuk ini,” jelas Waraqah.
Sayyidah Khadijah lalu teringat pada cerita Maisarah tentang Muhammad Saw dan menceritakannya kembali kepada Waraqah.
”Jika ini memang benar wahai Khadijah, maka Muhammad (saw) adalah nabinya ummat ini...”
Sayyidah Khadijah merasa tenang. Dalam hatinya muncul sebuah harapan yang tidak bisa dibendung. Dia pun memutuskan untuk melamar Muhammad saw. Nafisah binti Maniyah kembali diutusnya menemui Muhammad saw.
”Muhammad (saw), kenapa engkau belum menikah?” tanya Nafisah memulai misinya.
”Biaya pernikahannya bunda, saya belum dikaruniai kemudahan,” jawabnya
”Muhammad, bagaimana kalau kami memberimu biaya atau saya menawarkan untukmu seorang wanita Quraisy yang sangat terhormat dan kaya?”
”Siapa wanita ini?”
”Khadijah binti Khuwailid”
”Setahu saya, sudah banyak orang yang datang melamarnya, namun dia tolak.”
”Kalau engkau mau menerimanya Muhammad, saya harus menyelesaikan pembicaraan ini.”
Pertemuan ini akhirnya menyimpulkan kesepakatan bahwa Muhammad saw menerima lamaran Khadijah.
Giliran Muhammad saw membalas lamaran ini lewat pamannya Abu Thalib. Di tengah keluarga sayyidah Khadijah, pamannya berkata:
”Sungguh Muhammad (saw) putra saudaraku adalah pemuda yang kedudukan dan akhlaknya selalu mendapatkan nilai plus jika dibandingkan dengan pemuda-pemuda Quraisy. Jika dia miskin harta, maka harta akan lenyap. Dia dan Khadijah saling mencintai. Muhammad (saw) telah menawarkan 20 ekor unta sebagai mahar Khadijah.”
Paman sayyidah Khadijah, Amru bin Asad bersama sesepuh keluarga bessarnya berdiri memberi jawaban bahwa Khadijah menerima lamaran Muhammad saw dengan maskawin yang ditawarkan dan menyampaikan restunya.
Pernikahan pun dilangsungkan. Acara walimah digelar; makanan dihidangkan, pintu rumah sayyidah Khadijah dibuka lebar-lebar untuk menjamu kerabat, sahabat dan fakir miskin. Pembesar-pembesar suku turut hadir mengucapkan selamat.
Pernikahan ini dilangsungkan setelah 2 bulan 15 hari dari kepulangan Muhammad saw dari Syam. Sayyidah Khadijah pada saat itu berusia 40 tahun dan berstatus sebagai janda, sedangkan Muhammad saw berusia 25 tahun, 15 tahun sebelum dinobatkan oleh Allah menjadi rasul utusan-Nya. Sejak itu kebahagiaan pun bersemayam dalam kalbu sayyidah Khadijah dan pasangan terbaiknya Muhammad saw.
Dari perkawinan inilah lahir semua putra-putri nabi Muhammad saw, selain anaknya Ibrahim yang lahir dari rahim Mariyah Al Qibtiyah. Mengingat umur Khadijah di saat pernikahannya ini sudah mencapai 40 tahun, tentu saja ini menjadi sebuah keajaiban yang tidak terjadi secara kebetulan. Wallahu a’lam.
* Written by: Ihsan Hasibuan, Lc.
* Referensi:
- Khadijah Ummul Mu’minin - Nazhrat fi Isyraq Fajril Islam, Abdul Mun’im Muhammad Umar, Dar Ar-Rayyan li At-Turats, Mesir 1988.
- Zaujat Ar-Rasul saw, Shafwat Jaudah Ahmad, Penerbit As-Shafa, Kairo, 2010.